Skripsi: Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Penerapan Assesmen Kinerja
dalam Model Pembelajaran Kooperatif pada Siswa Kelas VII4 SMP Negeri 3
Makassar
Bab 1-5 > Ok lengkap....
Bagi yang ingin pesan silahkan isi form pendaftaran/donasi.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan kurikulum yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional sebagai pembaharuan dan pengembangan dari kurikulum 1994 yang diharapkan dapat membantu siswa dalam menghadapi tantangan kehidupan secara lebih mandiri, kreatif, berpikir secara logis dan lebih kritis. Khususnya dalam pembelajaran matematika, yang diungkapkan oleh Soedjadi (dalam Ilham, dkk 2004: 2) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan matematika untuk masa depan haruslah memperhatikan: 1) tujuan yang bersifat formal yaitu penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik, dan 2) tujuan yang bersifat material, yaitu penerapan matematika serta keterampilan matematika.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan seperti di atas, siswa membutuhkan lingkungan belajar dimana mereka ditantang untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata, mengungkapkan ide-ide, menggunakan alat-alat bantu serta mereka dapat mengenal matematika sebagai mata pelajaran yang berhubungan dengan dunia nyata. Hal ini berarti kegiatan belajar mengajar dan sistem penilaian (asesmen) harus terpadu.
Selama ini proses belajar mengajar masih didominasi metode konvensional yang menitikberatkan kegiatan belajar mengajar pada guru. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukabdiyah (1999: 3) bahwa di sekolah sebagian guru SLTP yang pernah ikut PKG kembali lagi ke metode konvensional dengan berbagai alasan, akibatnya banyak kegagalan yang dialami oleh siswa. Guru yang seharusnya berperan sebagai fasilitator dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki siswa di dalam kelas justru lebih banyak mendominasi kegiatan belajar mengajar. Sedangkan siswa yang seharusnya lebih aktif justru lebih banyak diam dan hanya mendengarkan. Hal ini berakibat akan menghambat daya kreatifitas dan daya kritis siswa.
Hal di atas sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan pada siswa kelas VII4 SMP Negeri 3 Makassar sebelum mengadakan penelitian dan didapatkan bahwa siswa di dalam kelas cenderung pasif, lebih banyak diam dan hanya mendengarkan. Pembawaan siswa yang cenderung individualis mengakibatkan kurangnya interaksi antarsesama siswa, siswa kurang berpikir kritis dan kurang memiliki jiwa sosial. Hal tersebut sebagai salah satu kendala dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal ini ditunjukkan dalam hasil ujian semester ganjil tahun 2005/2006 dan diperoleh data bahwa dari 39 siswa terdapat 18 orang siswa (46,1%) berada pada kategori rendah, 14 orang siswa (35,8%) berada pada kategori sedang, 7 orang siswa (17,9%) berada pada kategori tinggi dan tidak ada siswa yang berada pada kategori sangat rendah dan sangat tinggi.
Relevansi dari teori konstruktivis adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Menurut Vygotsky (Perdy, 2002: 3), implikasi utama dalam pembelajaran menghendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif pada masing-masing zona perkembangan terdekat mereka. Selain itu pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa memahami konsep-konsep matematika yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya, karena siswa yang rendah hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi, hasil belajar dan penyimpanan materi pelajaran yang lebih lama.
Kegiatan belajar mengajar yang baik harus sejalan dengan kegiatan penilaian (asesmen). Kegiatan penilaian (asesmen) selama ini didominasi oleh tes tertulis. Alat evaluasi ini dilakukan secara luas, dengan pertimbangan lebih praktis, baik penyusunan alat evaluasinya, penyelenggaraan maupun koreksinya. Namun demikian, alat evaluasi ini dipandang memiliki banyak kelemahan. Salah satu kelemahan tes tertulis tersebut adalah alat evaluasi ini hanya mengukur sebagian kecil kemampuan siswa. Tes tertulis hanya menguji daya ingat siswa atas informasi faktual dan prosedur algoritma. Evaluasi ini tidak menilai partisipasi aktif siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
Salah satu alternatif teknik evaluasi hasil belajar yang dapat memberi penghargaan atas partisipasi dan kemampuan siswa dalam proses belajar mengajar berlangsung adalah penilaian autentik (authentic assessment). Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi disebut dengan penilaian berbasis kelas (PBS). Penilaian autentik dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana setiap siswa belajar dan sejauh mana mereka menerapkan hasil belajarnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa sistem penilaian yang berkembang dan mendominasi adalah tes tertulis. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, tes tertulis hanya merupakan salah satu unsur penilaian selain penilaian untuk pengumpulan hasil kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek) dan kinerja (performance).
Penilaian kinerja merupakan salah satu penilaian alternatif yang dapat menilai hasil kerja siswa (produk) dan penampilannya (performance). Tugas-tugas kinerja dapat membantu siswa untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dengan menggunakan pengetahuan dan informasi yang dimilikinya. Tugas kinerja dapat mengembangkan daya nalar, komunikasi dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan berbagai masalah termasuk dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Penerapan Assesmen Kinerja dalam Model Pembelajaran Kooperatif pada Siswa Kelas VII4 SMP Negeri 3 Makassar”.
Bab 1-5 > Ok lengkap....
Bagi yang ingin pesan silahkan isi form pendaftaran/donasi.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan kurikulum yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional sebagai pembaharuan dan pengembangan dari kurikulum 1994 yang diharapkan dapat membantu siswa dalam menghadapi tantangan kehidupan secara lebih mandiri, kreatif, berpikir secara logis dan lebih kritis. Khususnya dalam pembelajaran matematika, yang diungkapkan oleh Soedjadi (dalam Ilham, dkk 2004: 2) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan matematika untuk masa depan haruslah memperhatikan: 1) tujuan yang bersifat formal yaitu penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik, dan 2) tujuan yang bersifat material, yaitu penerapan matematika serta keterampilan matematika.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan seperti di atas, siswa membutuhkan lingkungan belajar dimana mereka ditantang untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata, mengungkapkan ide-ide, menggunakan alat-alat bantu serta mereka dapat mengenal matematika sebagai mata pelajaran yang berhubungan dengan dunia nyata. Hal ini berarti kegiatan belajar mengajar dan sistem penilaian (asesmen) harus terpadu.
Selama ini proses belajar mengajar masih didominasi metode konvensional yang menitikberatkan kegiatan belajar mengajar pada guru. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukabdiyah (1999: 3) bahwa di sekolah sebagian guru SLTP yang pernah ikut PKG kembali lagi ke metode konvensional dengan berbagai alasan, akibatnya banyak kegagalan yang dialami oleh siswa. Guru yang seharusnya berperan sebagai fasilitator dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki siswa di dalam kelas justru lebih banyak mendominasi kegiatan belajar mengajar. Sedangkan siswa yang seharusnya lebih aktif justru lebih banyak diam dan hanya mendengarkan. Hal ini berakibat akan menghambat daya kreatifitas dan daya kritis siswa.
Hal di atas sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan pada siswa kelas VII4 SMP Negeri 3 Makassar sebelum mengadakan penelitian dan didapatkan bahwa siswa di dalam kelas cenderung pasif, lebih banyak diam dan hanya mendengarkan. Pembawaan siswa yang cenderung individualis mengakibatkan kurangnya interaksi antarsesama siswa, siswa kurang berpikir kritis dan kurang memiliki jiwa sosial. Hal tersebut sebagai salah satu kendala dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal ini ditunjukkan dalam hasil ujian semester ganjil tahun 2005/2006 dan diperoleh data bahwa dari 39 siswa terdapat 18 orang siswa (46,1%) berada pada kategori rendah, 14 orang siswa (35,8%) berada pada kategori sedang, 7 orang siswa (17,9%) berada pada kategori tinggi dan tidak ada siswa yang berada pada kategori sangat rendah dan sangat tinggi.
Relevansi dari teori konstruktivis adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Menurut Vygotsky (Perdy, 2002: 3), implikasi utama dalam pembelajaran menghendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif pada masing-masing zona perkembangan terdekat mereka. Selain itu pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa memahami konsep-konsep matematika yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya, karena siswa yang rendah hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi, hasil belajar dan penyimpanan materi pelajaran yang lebih lama.
Kegiatan belajar mengajar yang baik harus sejalan dengan kegiatan penilaian (asesmen). Kegiatan penilaian (asesmen) selama ini didominasi oleh tes tertulis. Alat evaluasi ini dilakukan secara luas, dengan pertimbangan lebih praktis, baik penyusunan alat evaluasinya, penyelenggaraan maupun koreksinya. Namun demikian, alat evaluasi ini dipandang memiliki banyak kelemahan. Salah satu kelemahan tes tertulis tersebut adalah alat evaluasi ini hanya mengukur sebagian kecil kemampuan siswa. Tes tertulis hanya menguji daya ingat siswa atas informasi faktual dan prosedur algoritma. Evaluasi ini tidak menilai partisipasi aktif siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
Salah satu alternatif teknik evaluasi hasil belajar yang dapat memberi penghargaan atas partisipasi dan kemampuan siswa dalam proses belajar mengajar berlangsung adalah penilaian autentik (authentic assessment). Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi disebut dengan penilaian berbasis kelas (PBS). Penilaian autentik dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana setiap siswa belajar dan sejauh mana mereka menerapkan hasil belajarnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa sistem penilaian yang berkembang dan mendominasi adalah tes tertulis. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, tes tertulis hanya merupakan salah satu unsur penilaian selain penilaian untuk pengumpulan hasil kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek) dan kinerja (performance).
Penilaian kinerja merupakan salah satu penilaian alternatif yang dapat menilai hasil kerja siswa (produk) dan penampilannya (performance). Tugas-tugas kinerja dapat membantu siswa untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dengan menggunakan pengetahuan dan informasi yang dimilikinya. Tugas kinerja dapat mengembangkan daya nalar, komunikasi dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan berbagai masalah termasuk dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Penerapan Assesmen Kinerja dalam Model Pembelajaran Kooperatif pada Siswa Kelas VII4 SMP Negeri 3 Makassar”.
0 comments:
Post a Comment