Skripsi: Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pembelajaran
dengan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa
Kelas I SMP Negeri 1 Pallangga, Gowa
Bab 1-5 > Ok lengkap.
Pembaharuan pendidikan, inovasi pendidikan adalah kata-kata yang sering kita dengar di dunia pendidikan Indonesia. Hal ini pula yang sejak lama didambakan masyarakat. Usaha ke arah pembaharuan yang menyeluruh dan terpadu telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan berbagai cara.
Dua terobosan besar dalam bidang pendidikan telah dicanangkan pemerintah dan mendapat respon positif. Pertama, dalam upaya mengefisienkan pengelolaan pendidikan maka pengelolaan diserahkan kepada masyarakat atau dalam istilah populernya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Kedua, untuk mendapatkan hasil yang berkualitas tinggi pemerintah juga menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis isi (content-based curriculum) ke kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) mengakibatkan perubahan paradigma pada proses pembelajaran yaitu dari apa yang harus diajarkan (isi) menjadi tentang apa yang harus dikuasai peserta didik (kompetensi). Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya mengakibatkan terjadinya penyesuaian substansi materi dari format kurikulum yang menekankan pada isi ke kurikulum yang menekankan pada tuntutan kompetensi, tetapi juga terjadi pergeseran paradigma dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan yang berorientasi hasil atau standar (outcome-based education). Perubahan kurikulum tersebut membawa implikasi terhadap cara guru mengajar (proses pembelajaran).
Kurikulum berbasis kompetensi (Kurikulum 2004) adalah kurikulum yang berorientasi pada pembentukan kompetensi kemampuan siswa, sehingga dengan kompetensi yang diperoleh tersebut dapat digunakan baik melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi maupun dalam hidup di masyarakat. Dengan demikian, di dalam pembelajaran matematika agar pembelajaran itu lebih bermakna dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka guru dalam mengajarkan matematika harus mengaitkannya dalam kehidupan nyata sehingga siswa mampu memahami konsep dan dapat menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Pembelajaran seperti ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan itu antara lain Realistic Mathematics Education (RME), Contecstual Teaching Learning (CTL), Problem Solving dan Problem Posing yang dapat mengajarkan siswa aktif dalam pembelajaran. Pemilihan pendekatan yang dapat digunakan guru haruslah tepat, agar dapat menumbuhkan kompetensi siswa dalam belajar matematika.
Masalah yang umumnya timbul pada siswa saat ini adalah masalah rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini tidak lepas dari apa yang dialami oleh siswa SMP Negeri 1 Pallangga khususnya kelas I2 dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. SMP Negeri 1 Pallangga merupakan salah satu lembaga yang berfungsi sebagai tempat pelaksanaan proses belajar mengajar. Siswa sudah sangat terbiasa menyelesaikan soal yang dihadapi tanpa memperhatikan langkah-langkah yang seharusnya dilewati. Siswa lebih terfokus pada jawaban akhir (hasil) dari soal yang dihadapi daripada proses mendapatkan hasil tersebut.
Berdasarkan wawancara penulis dengan beberapa siswa dan hasil pengamatan penulis secara langsung dalam kelas, maka dapat disimpulkan bahwa orientasi pada jawaban akhir ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak memahami manfaat yang akan diperoleh jika mereka menyelesaikan suatu masalah matematika dengan langkah-langkah yang jelas. Jika mereka diperlihatkan cara menjawab dengan langkah-langkah yang jelas,sebagian kecil dari mereka menganggap itu terlalu panjang dan membuang waktu karena dengan menyelesaikan soal tanpa memperhatikan langkah-langkah yang seharusnya dilewati asalkan jawaban akhirnya benar maka sudah mendapatkan nilai yang bagus. Hal ini berarti, sebenarnya mereka tahu langkah-langkahnya, akan tetapi tidak mereka tuliskan pada saat menyelesaikan soal. Akan tetapi sebagian besar dari siswa memang menganggap bahwa memang begitulah jawaban yang benar. Hal ini berarti, siswa tidak mengetahui proses untuk mendapatkan jawaban akhir dari soal yang mereka kerjakan.
Kemampuan pemecahan masalah seseorang sangat tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya. Seseorang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan lebih mudah dalam menyelesaikan setiap masalah yang sedang dihadapi. Dan untuk mendapatkan pengetahuan yang tinggi tentu saja sangat berkaitan dengan proses belajar yang dijalani. Begitupun halnya dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Proses pembelajaran matematika yang dijalaninya akan sangat berpengaruh pada tingkat kemampuannya menyelesaikan masalah matematika yang sedang dihadapi.
Dengan memperhatikan masalah rendahnya kemampuan pemecahan matematika siswa tersebut, seharusnya seorang guru dalam proses pembelajaran menggunakan suatu pendekatan yang bisa mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Salah satu pendekatan yang akan memberikan solusi adalah dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).
Istilah CTL (Contextual Teaching and Learning), sebuah nama pendekatan yang dimotori oleh Amerika Serikat. Beberapa negara yang lain menggunakan istilah yang berbeda dengan CTL (Contextual Teaching and Learning), tetapi maksudnya relatif sama. Belanda dengan istilah Realistic Mathematics Education (RME), Singapura dengan nama Concrete Victorial Abstract Approach (CVA), Jepang lebih senang menggunakan istilah Open Ended Approach (OEA), dan Australia menggunakan istilah Teaching in Context (TIC).
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang mampu mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata yang dihadapi oleh siswa. Selain itu, pendekatan kontekstual mampu mendorong peserta didik dalam membuat hubungan antara skemata yang telah dimiliki oleh siswa dengan apa yang akan dipelajarinya, sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses belajar dalam pendekatan kontekstual berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses pembelajaran dalam hal ini lebih dipentingkan proses dari pada hasil semata.
Pembelajaran matematika dilaksanakan dengan menggunakan peristiwa-peristiwa atau benda-benda yang berasal dari lingkungan kehidupan siswa. Peristiwa-peristiwa atau benda-benda yang berasal dari lingkungan kehidupan siswa tersebut dapat juga digunakan untuk mengawali pembahasan topik-topik matematika tertentu. Selain menggunakan peristiwa-peristiwa atau benda-benda yang sungguh-sungguh berasal dari dunia nyata atau kehidupan sehari-hari, pembelajaran matematika yang bersifat kontekstual bisa juga dilaksanakan dengan menggunakan peristiwa-peristiwa yang tidak sungguh-sungguh terjadi, tetapi yang dibayangkan bisa terjadi di dunia nyata. Dengan demikian, para siswa merasa bahwa mereka mempelajari matematika dalam suatu situasi (konteks) yang ‘nyata’ (sungguh-sungguh terjadi atau dibayangkan bisa sungguh-sungguh terjadi), bukan suatu konteks yang dibuat-buat.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak bersifat rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti, penerapan aturan pada masalah tidak rutin, komunikasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis termotivasi meneliti masalah tersebut sebagai tugas akhir dengan judul : “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas I SMP Negeri 1 Pallangga, Gowa”.
Bab 1-5 > Ok lengkap.
Pembaharuan pendidikan, inovasi pendidikan adalah kata-kata yang sering kita dengar di dunia pendidikan Indonesia. Hal ini pula yang sejak lama didambakan masyarakat. Usaha ke arah pembaharuan yang menyeluruh dan terpadu telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan berbagai cara.
Dua terobosan besar dalam bidang pendidikan telah dicanangkan pemerintah dan mendapat respon positif. Pertama, dalam upaya mengefisienkan pengelolaan pendidikan maka pengelolaan diserahkan kepada masyarakat atau dalam istilah populernya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Kedua, untuk mendapatkan hasil yang berkualitas tinggi pemerintah juga menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis isi (content-based curriculum) ke kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) mengakibatkan perubahan paradigma pada proses pembelajaran yaitu dari apa yang harus diajarkan (isi) menjadi tentang apa yang harus dikuasai peserta didik (kompetensi). Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya mengakibatkan terjadinya penyesuaian substansi materi dari format kurikulum yang menekankan pada isi ke kurikulum yang menekankan pada tuntutan kompetensi, tetapi juga terjadi pergeseran paradigma dari pendekatan pendidikan yang berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan yang berorientasi hasil atau standar (outcome-based education). Perubahan kurikulum tersebut membawa implikasi terhadap cara guru mengajar (proses pembelajaran).
Kurikulum berbasis kompetensi (Kurikulum 2004) adalah kurikulum yang berorientasi pada pembentukan kompetensi kemampuan siswa, sehingga dengan kompetensi yang diperoleh tersebut dapat digunakan baik melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi maupun dalam hidup di masyarakat. Dengan demikian, di dalam pembelajaran matematika agar pembelajaran itu lebih bermakna dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka guru dalam mengajarkan matematika harus mengaitkannya dalam kehidupan nyata sehingga siswa mampu memahami konsep dan dapat menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Pembelajaran seperti ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan itu antara lain Realistic Mathematics Education (RME), Contecstual Teaching Learning (CTL), Problem Solving dan Problem Posing yang dapat mengajarkan siswa aktif dalam pembelajaran. Pemilihan pendekatan yang dapat digunakan guru haruslah tepat, agar dapat menumbuhkan kompetensi siswa dalam belajar matematika.
Masalah yang umumnya timbul pada siswa saat ini adalah masalah rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini tidak lepas dari apa yang dialami oleh siswa SMP Negeri 1 Pallangga khususnya kelas I2 dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. SMP Negeri 1 Pallangga merupakan salah satu lembaga yang berfungsi sebagai tempat pelaksanaan proses belajar mengajar. Siswa sudah sangat terbiasa menyelesaikan soal yang dihadapi tanpa memperhatikan langkah-langkah yang seharusnya dilewati. Siswa lebih terfokus pada jawaban akhir (hasil) dari soal yang dihadapi daripada proses mendapatkan hasil tersebut.
Berdasarkan wawancara penulis dengan beberapa siswa dan hasil pengamatan penulis secara langsung dalam kelas, maka dapat disimpulkan bahwa orientasi pada jawaban akhir ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak memahami manfaat yang akan diperoleh jika mereka menyelesaikan suatu masalah matematika dengan langkah-langkah yang jelas. Jika mereka diperlihatkan cara menjawab dengan langkah-langkah yang jelas,sebagian kecil dari mereka menganggap itu terlalu panjang dan membuang waktu karena dengan menyelesaikan soal tanpa memperhatikan langkah-langkah yang seharusnya dilewati asalkan jawaban akhirnya benar maka sudah mendapatkan nilai yang bagus. Hal ini berarti, sebenarnya mereka tahu langkah-langkahnya, akan tetapi tidak mereka tuliskan pada saat menyelesaikan soal. Akan tetapi sebagian besar dari siswa memang menganggap bahwa memang begitulah jawaban yang benar. Hal ini berarti, siswa tidak mengetahui proses untuk mendapatkan jawaban akhir dari soal yang mereka kerjakan.
Kemampuan pemecahan masalah seseorang sangat tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya. Seseorang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan lebih mudah dalam menyelesaikan setiap masalah yang sedang dihadapi. Dan untuk mendapatkan pengetahuan yang tinggi tentu saja sangat berkaitan dengan proses belajar yang dijalani. Begitupun halnya dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Proses pembelajaran matematika yang dijalaninya akan sangat berpengaruh pada tingkat kemampuannya menyelesaikan masalah matematika yang sedang dihadapi.
Dengan memperhatikan masalah rendahnya kemampuan pemecahan matematika siswa tersebut, seharusnya seorang guru dalam proses pembelajaran menggunakan suatu pendekatan yang bisa mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Salah satu pendekatan yang akan memberikan solusi adalah dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).
Istilah CTL (Contextual Teaching and Learning), sebuah nama pendekatan yang dimotori oleh Amerika Serikat. Beberapa negara yang lain menggunakan istilah yang berbeda dengan CTL (Contextual Teaching and Learning), tetapi maksudnya relatif sama. Belanda dengan istilah Realistic Mathematics Education (RME), Singapura dengan nama Concrete Victorial Abstract Approach (CVA), Jepang lebih senang menggunakan istilah Open Ended Approach (OEA), dan Australia menggunakan istilah Teaching in Context (TIC).
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang mampu mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata yang dihadapi oleh siswa. Selain itu, pendekatan kontekstual mampu mendorong peserta didik dalam membuat hubungan antara skemata yang telah dimiliki oleh siswa dengan apa yang akan dipelajarinya, sehingga hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses belajar dalam pendekatan kontekstual berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses pembelajaran dalam hal ini lebih dipentingkan proses dari pada hasil semata.
Pembelajaran matematika dilaksanakan dengan menggunakan peristiwa-peristiwa atau benda-benda yang berasal dari lingkungan kehidupan siswa. Peristiwa-peristiwa atau benda-benda yang berasal dari lingkungan kehidupan siswa tersebut dapat juga digunakan untuk mengawali pembahasan topik-topik matematika tertentu. Selain menggunakan peristiwa-peristiwa atau benda-benda yang sungguh-sungguh berasal dari dunia nyata atau kehidupan sehari-hari, pembelajaran matematika yang bersifat kontekstual bisa juga dilaksanakan dengan menggunakan peristiwa-peristiwa yang tidak sungguh-sungguh terjadi, tetapi yang dibayangkan bisa terjadi di dunia nyata. Dengan demikian, para siswa merasa bahwa mereka mempelajari matematika dalam suatu situasi (konteks) yang ‘nyata’ (sungguh-sungguh terjadi atau dibayangkan bisa sungguh-sungguh terjadi), bukan suatu konteks yang dibuat-buat.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak bersifat rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti, penerapan aturan pada masalah tidak rutin, komunikasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis termotivasi meneliti masalah tersebut sebagai tugas akhir dengan judul : “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas I SMP Negeri 1 Pallangga, Gowa”.
0 comments:
Post a Comment